• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak Kami
Mencerahkan Semesta
  • Beranda
  • Kolom
  • Memori
  • Obituari
  • Komentar
  • Profil
  • Info
  • Pojok Buya
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kolom
  • Memori
  • Obituari
  • Komentar
  • Profil
  • Info
  • Pojok Buya
No Result
View All Result
Mencerahkan Semesta
No Result
View All Result
Home Profil

Sosok Pendidik Humanis yang Multikultural

Sosok Pendidik Humanis yang Multikultural

Redaksi JIBPost by Redaksi JIBPost
Desember 30, 2022
in Profil
0 0
0
Sosok Pendidik Humanis yang Multikultural
0
SHARES
40
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Kurang lebih setahun setelah kemerdekaan, tepatnya pada 13 November 1946, di sebuah kota yang dikenal sebagai kota seribu bukit, Jember (Jawa Timur), lahir sesosok pemikir/intelektual yang nantinya akan memberi banyak sumbangsih di dunia pendidikan di Indonesia. Sosok itu adalah Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan (AMM).

“Pendidikan, menurut saya, adalah pintu utama menuju banyak hal: kebahagiaan, kesejahteraan, pencerahan, pembangunan, kemajuan, dan seterusnya,”  ujarnya suatu ketika.

Menghabiskan masa kecil hingga remajanya sebagian besar di kota tapal kuda, kampung halamannya itu, AMM memulai jenjang pendidikan dasarnya dengan bersekolah di Sekolah Rakyat Negeri Wuluhan Jember (1953-1959). Pendidikan untuk jenjang selanjutnya ia tempuh praktis di kota kelahirannya, kecuali saat ia ke Malang untuk menimba ilmu di PGAAN (Pendidikkan Guru Agama Atas Negeri) mulai dari 1963 hingga 1965, dan ke kota pisang, Lampung, untuk berkuliah di Fak. Tarbiyah IAIN Raden Intan Cabang Metro (sarjana muda) (1974-1975). Tingkat doktoral ia raih di Fak Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 1979-1982.

Tidak puas hanya dengan belajar hal-ihwal pendidikan (Tarbiyah), ia kembali mengambil studi di tingkat kesarjanaan dengan berkuliah di Fak. Filsafat UGM, dari tahun 1979  hingga 1982. Di jenjang master ia beralih ke bidang Sosiologi (UGM, 1986-1988), dan mendapatkan gelar doktornya di bidang yang sama dan di universitas yang sama pada 1995-1999. Pencapaian tertinggi gelar akademisnya (guru besar) ia raih pada tahun 2003, saat ia berhasil menyelesaikan Postdoctoral Research di McGill University Canada.

Pendidikan sebagai Panggilan Hidup: Dari Guru Sekolah Dasar hingga Guru Besar

Pendidikan tampaknya menjadi panggilan hidup utama penulis buku terkenal Nalar Spiritual: Solusi Problem Filosofis Pendidikan Islam (2002) dan Pendidikan Liberal Berbasis Sekolah (2002) ini. Hampir sebagian besar usia hidupnya ia curahkan untuk mendidik anak bangsa. Karena itulah sejak tahun 1966 hingga sekarang ia mengabdikan dirinya menjadi pengajar (guru/dosen).

Kariernya di bidang pengajaran ia mulai dengan menjadi Guru Agama SD di kota kelahirannya (1966-1969), kemudian Guru Agama SD di Metro Lampung Tengah, lalu Guru Agama PGAYPI Metro Lampung Tengah (1970-1974). Setelah mendapatkan gelar Masternya, ia kemudian menjadi Dosen Fak Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta  dari 1991 hingga sekarang. Di samping itu, ia juga menjadi Guru Besar Filsafat Pendidikan Islam IAIN (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta dari 2003 hingga sekarang.

Menjadi tenaga pengajar rutin tampaknya tak mengurangi minat peraih Research Fellow di Nanyang Technological University of Singapore (2006) ini untuk berkiprah dalam oraganisasi. Ia memulai karier organisasinya pertama kali dengan menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan Cabang Metro (1971-1973), lalu menjabat sebagai Ketua Pemuda Muhammadiyah Kab. Lampung Tengah (1973-1978), dan kemudian Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa Filsafat UGM 1979-1982. Ia kemudian melanjutkan kariernya di bidang keorganisasian dengan menjadi Sekretaris Majelis Ulama Indonesia Kab. Lampung Tengah, dan kemudian menjabat sebagai Wakil Sekretaris Majelis Ulama Indonesia Prop. DIY. Selain itu, ia aktif menjadi Sekretaris Biro Organisasi & Kader PP Muhammadiyah, kemudian menjadi Wakil Sekretaris Majlis Tabligh PP Muhammadiyah (1986-2000), dan juga menjabat sebagai Wakil Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammaduyah (2000-2005), lalu  menjadi Anggota Majlis DIKTI PP Muhammadiyah 1986-2000. Belakangan, ia juga aktif menjadi anggota KOMNAS HAM RI (2007-2012).

Pendidikan Humanis

Corak utama dari gagasan Prof. Abdul Munir Mulkhan tentang pendidikan adalah konsep pendidikan humanis. Hakikat pendidikan humanis menurutnya mencakup tiga entitas, yakni: (1) Pendidikan sebagai proses peneguhan keunikan manusia. Maksudnya, kesadaran keunikan diri sebagai pengalaman otentik perlu ditempatkan sebagai akar pendidikan, pengembangan politik kebangsaan, dan kesalehan religius. Keunikan adalah basis pribadi kreatif dan kecerdasan setiap orang dengan kemampuan dan sikap hidup berbeda. (2) Pendidikan sebagai proses akumulasi pengalaman manusia. Maksudnya, proses pendidikan perlu ditempatkan sebagai media pengayaan (akumulasi) pengalaman. (3) Pendidikan sebagai proses penyadaran.

Hakikat pendidikan menurut Mulkhan tidak lain sebagai proses penyadaran diri dari realitas universum. Penyadaran bukan awal sebuah dinamika kehidupan melainkan akar dari seluruh dinamika kehidupan yang terus aktual dan terpelihara. Sementara itu, aplikasi konsep pendidikan humanis Abdul Munir Mulkhan menyentuh wilayah tujuan, kurikulum, evaluasi, metode, pendidik dan peserta didik.

Pendidikan Multikultural

Penulis buku Syeh Siti Jenar dan Ajaran Wihdatul Wujud (1985) yang sangat populer ini juga terkenal sebagai penggagas utama pendidikan multikultural.

Pendidikan multikultural mengandaikan sekolah dan kelas dikelola sebagai suatu simulasi arena hidup nyata yang plural, terus berubah dan berkembang. Institusi sekolah dan kelas adalah wahana hidup dengan pemeran utama peserta didik di saat guru dan seluruh tenaga kependidikan berperan sebagai fasilitator. Pembelajaran dikelola sebagai dialog dan pengayaan pengalaman hidup unik, sehingga bisa tumbuh pengalaman dan kesadaran kolektif setiap warga dan peserta didik yang kelak menjadi dasar etika politik berbasis etika kewargaan.

Model Pendidikan ini didasari konsep kebermaknaan perbedaan secara unik pada tiap orang dan masyarakat. Kelas disusun dengan anggota kian kecil hingga tiap peserta didik memperoleh peluang belajar semakin besar sekaligus menumbuhkan kesadaran kolektif di antara peserta didik. Pada tahap lanjut menumbuhkan kesadaran kolektif melampaui batas teritori kelas, kebangsaan dan nasionalitas, melampaui teritori teologi keagamaan dari tiap agama berbeda.

Menurut Munir Mulkhan, gagasan itu didasari asumsi, tiap manusia memiliki identitas, sejarah, lingkungan, dan pengalaman hidup unik dan berbeda-beda. Perbedaan adalah identitas terpenting dan paling otentik tiap manusia daripada kesamaannya. Kegiatan belajar-mengajar bukan ditujukan agar peserta didik menguasai sebanyak mungkin materi ilmu atau nilai, tetapi bagaimana tiap peserta didik mengalami sendiri proses berilmu dan hidup di ruang kelas dan lingkungan sekolah.

Karena itu, guru tidak lagi ditempatkan sebagai aktor tunggal terpenting sebagai kamus berjalan yang serba tahu dan serba bisa. Guru yang afisien dan produktif ialah jika bisa menciptakan situasi sehingga tiap peserta didik belajar dengan cara sendiri yang unik. Kelas disusun bukan untuk mengubur identitas personal, tetapi memperbesar peluang tiap peserta didik mengaktualkan kedirian masing-masing. Pendidikan sebagai transfer ilmu dan nilai tidak memadai, namun bagaimana tiap peserta didik menemukan dan mengalami situasi beriptek dan berkehidupan otentik.

Gagasan pendidikan multikultural bersumber dari prinsip martabat keuniknan diri tiap peserta didik. Pendidikan formal (sekolah) diletakkan dalam ide deschooling Ivan Illich seperti demokrasi yang meletakkan suara rakyat sebagai suara Tuhan. Rakyat sebagai diri lebih penting dari realitas negara dan partai seperti dalam masyarakat sipil atau madani. Kegiatan belajar-mengajar bukan sebagai alat sosialisasi atau indoktrinasi guru, tetapi wahana dialog dan belajar bersama. Di saat yang sama institusi negara dan partai dikembangkan sebagai wahana aktualisasi dan representasi kepentingan rakyat.

Soalnya ialah bagaimana memanipulasi kelas sebagai wahana kehidupan nyata dan membuat simulasi sehingga tiap peserta didik berpengalaman berteori ilmu dan menyusun sendiri nilai kebaikan. Guru tidak lagi sebagai gudang (bankir) ilmu dan nilai yang tiap saat siap diberikan kepada peserta didik, tetapi sebagai teman dialog dan partner menciptakan situasi beriptek dan bersosial. Pembelajaran di kelas disusun sebagai simulasi kehidupan nyata sehingga peserta didik berpengalaman hidup sebagai warga masyarakatnya.

Tulisan-tulisan Prof. Munir Mulkhan dalam bentuk artikel dan kolom tersebar di Harian Kompas, Republika, Jawa Pos, Majalah Gatra & Tempo sejak 1990. Sedangkan karya-karyanya dalam bentuk buku jumlahnya lebih dari 70 buah, berkisar seputar filsafat, pendidikam, sosial, politik, sejarah, dan budaya.

Karya-karya itu antara lain: Syeh Siti Jenar dan Ajaran Wihdatul Wujud (1985), Perubahan Perilaku Politik Islam dalam Perspektif Sosiologis (1991), Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah (1994), Teologi Kebudayaan dan Demokrasi Modernitas (1995),  Rekonstruksi Pendidikan dan Tradisi Pesantren dalam Religiusitas Ip­tek (1998), Studi Islam dalam Percakapan Epistemologis (1999), Kearifan Tradisional, Agama untuk Tuhan atau Manusia (2000),  Teologi Kiri: Landasan Gerakan Membela Kaum Mustadl’afin (2002),  Nalar Spiritual: Solusi Problem Filosofis Pendidikan Islam  (2002), Pendidikan Liberal Berbasis Sekolah (2002), Marhaenis Muhammadiyah (2010). (Zaim/Arsip)

 

 

 

Post Views: 120
Previous Post

Pengawas Pemilu 2024

Next Post

Era Digital dan Arah Pendidikan 2023

Next Post
Konsep Otomatis

Era Digital dan Arah Pendidikan 2023

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent Posts

  • PSIPP ITB AD Jakarta Gelar Pelatihan Amil Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
  • LIRA, Benalu Ekonomi Bikin Kening Berkerut!
  • Mempertanyakan Ulang Peran Muhammadiyah di Ranah Digital
  • Dua Dekade MAARIF Institute, Komitmen Mengawal Visi Perjuangan Buya Syafii
  • Dua Dekade Maarif Institute, Sebuah Catatan dari Kaum Muda

Recent Comments

  1. Nur mengenai Menelisik Musabab Kesembuhan dari Covid-19
  2. Menelisik Musabab Kesembuhan dari Covid-19 - JIB Post - Mencerahkan Semesta mengenai Dokter Juga Manusia
  3. Ini Imbauan bagi Jemaah Haji di Madinah dan Makkah - JIB Post - Mencerahkan Semesta mengenai Jemaah Haji Mendapatkan Makanan Tiga Kali Sehari
  4. Membumikan Etika: Aktualisasi dan Pengelolaan - JIB Post - Mencerahkan Semesta mengenai Azyumardi Azra
  5. IMM Banjarbaru Gelar ILC, Optimalisasi Peran Mahasiswa dalam Pilkada – IMM BANJARBARU mengenai Call for Book Chapter: Setahun Pemerintahan Joko Widodo-Ma’aruf Amin
Mencerahkan Semesta

© 2022 - JIBPOST.ID - Jaringan Intelektual Berkemajuan

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak Kami

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kolom
  • Memori
  • Obituari
  • Komentar
  • Profil
  • Info
  • Pojok Buya

© 2022 - JIBPOST.ID - Jaringan Intelektual Berkemajuan

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In