Hendra Hari Wahyudi
Penulis
Muhammadiyah, organisasi yang berdiri sejak 108 tahun banyak di isi oleh tokoh-tokoh yang memiliki wawasan luas serta memiliki paham keagamaan yang mumpuni. Dari sekian banyak yang menahkodai gerakan modernis tersebut, ada beberapa nama yang berkiprah dalam dunia perpolitikan nasional.
Meski Muhammadiyah hingga kini masih menjaga diri tidak terjun langsung dalam politik praktis, namun tak jarang tokoh-tokohnya turut berkiprah dalam kancah perpolitikan nasional. Tentu, kita tidak asing dengan nama Prof. Amien Rais dan Prof. Din Syamsuddin. Kedua mantan Ketua Umum Muhammadiyah itu sering dan bahkan hingga kini masih berkaitan dengan atmosfir perpolitikan di Indonesia.
Kiprah Tokoh Muhammadiyah di Politik
Sebagaimana yang kita ketahui, Prof. Amien Rais turut serta mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN) di era awal reformasi tahun 1998 dan beliau menjadi Ketua Umum-nya kala itu. Lebih-lebih, Pak Amien adalah salah satu tokoh reformasi. Pak Amien kemudian menggandeng Siswono Yudho Husodo Cawapres pada Pemilu 2004. Majunya Pak Amien tentunya bukan tanpa alasan.
Pak Amien Rais maju sebagai Presiden, karena dorongan dari masyarakat. Selain itu, juga karena melihat kondisi politik yang ada, sehingga mengharuskan beliau untuk maju dengan semangat menjaga demokrasi. “Saya terpanggil untuk terus menjaga agar hak politik warga Negara Indonesia tetap terjamin. Keikutsertaan ini perwujudan rasa tanggung jawab itu,” kata beliau.
Alasan lain ialah karena Pak Amien Rais sangat prihatin dengan krisis yang melanda negeri, serta dalam rangka beribadah dan mengabdi kepada rakyat banyak, “I must do my part, Allah will do his part,” katanya (Tempo). Kini, Pak Amien berencana membentuk Partai Ummat, yang rencananya akan dideklarasikan bulan ini, Januari 2021 (Tempo).
**
Tak jauh dari Pak Amien, Prof. Din Syamsuddin juga pernah terjun ke dalam politik praktis serta turut mendirikan Partai Matahari Bangsa (PMB) di tahun 2006. Meski Pak Din tidak menjabat sebagai ketua umum, namun Pak Din di gadang-gadang sebagai calon presiden (capres) yang di usung oleh PMB pada Pemilu 2009.
Namun, PMB akhirnya merapat mendukung Pasangan SBY-Boediono. Fakum di dunia politik dan fokus 2 periode memimpin Muhammadiyah, Pak Din hadir dan turut mendeklarasikan KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) pada 18 Agustus 2020. KAMI adalah gerakan moral rakyat Indonesia dari berbagai elemen dan komponen yang memperjuangkan tegaknya kedaulatan negara, terciptanya kesejahteraan rakyat, dan terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana yang dilansir oleh Detik.
Melihat kiprah kedua tokoh Muhammadiyah tersebut, sama sekali tidak didasari keinginan berkuasa. Pak Din dan Pak Amien pernah nyapres karena dukungan masyarakat luas, bukan hasrat pribadi beliau berdua. Prof. Amien dan Prof. Din merasa perlu ikut bersikap dan berpandangan terkait politik, karena ada sesuatu hal yang dirasa tidak berpihak kepada rakyat serta masih adanya ketidakadilan di tengah-tengah kehidupan berbangsa.
Oleh karena itu, semangat ber-amar ma’ruf nahyi munkar-lah yang mendorong beliau untuk ‘turun gunung’. Sehingga, nafsu berkuasa tidaklah tepat di alamatkan kepada keduanya, serta berbagai kritik yang kerap di sampaikan adalah wujud kontrol terhadap pemerintah, bukan karena benci atau ingin merebut kekuasaan. Kedua tokoh Muhammadiyah tersebut tetap menjadi kader terbaik, serta apapun pilihan politik beliau berdua secara pribadi, tak akan merubah rasa hormat dan keduanya memang menjadi tokoh bangsa yang pantas untuk di hormati.
Teladan Muhammadiyah Lewat Tokoh dan Kebijakan
Masih hangat pula diperbincangkan di media sosial terkait penolakan Prof. Abdul Mu’ti atas tawaran Wakil Menteri untuk beliau. Banyak yang beranggapan jabatan tersebut merendahkan Muhammadiyah dan Pak Mu’ti, bahkan ada yang mengatakan Muhammadiyah keberatan karena Sekretaris Umumnya hanya ditawari sebagai Wamennya Nadiem Makarim seperti yang juga dituliskan dalam artikel “Gertak Gertak Muhammadiyah,”
Mungkin para netizen yang budiman tersebut perlu membaca tulisan yang berjudul “Abdul Mu’ti: Iso Rumongso bukan Rumongso Iso,” agar memahami dan tidak asal ngomong serta nyinyir kepada Pak Mu’ti. Sehingga, Prof. Abdul Mu’ti lebih baik tidak menerima jabatan tersebut. Tentunya, Pak Mu’ti menolaknya dengan cara yang baik dan santun.
Selain itu, tak sedikit pula yang beranggapan Muhammadiyah menggertak dan bahkan mengancam pemerintah terkait penarikan dana yang dilakukan Persyarikatan dari Bank Syariah Indonesia (BSI) milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN). PP Muhammadiyah sudah menyampaikan 6 poin alasan kenapa menarik dana tersebut melalui pernyataan persnya Nomor: 31/PER/I.0/A/2020 Tentang Bank Syariah Indonesia Untuk Keadilan dan Kemakmuran Seluruh Rakyat (22/12/2020).
Muhammadiyah menarik dananya dari BSI karena dinilai tidak menjadi lembaga yang memberi kemudahan kepada masyarakat kecil dan dimanfaatkan oleh kelompok yang memiliki akses kuat secara ekonomi, politik, dan sosial manapun, Serta untuk mendukung pengembangan program UMKM dan ekonomi kerakyatan yang memiliki spirit Al-Qur’an, terutama surah al-Mā’ūn.
Jadi jelas, tidak ada nada ancaman, serta kepentingan politik dan tidak ada kaitan dengan signifikansi dana pihak manapun yang disimpan di Bank Syariah tersebut. Melainkan, menyangkut tuntutan akuntabilitas publik terhadap BSI sebagai Badan Usaha Milik Negara yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagaimana perintah Undang-undang. Oleh karena itu, apa yang dilakukan Persyarikatan bukanlah tindakan provokatif, dan menjadi kewenangan serta kebijakannya sendiri sebagai sebuah organisasi.
Islam Wasathiyah
Persyarikatan Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang bergerak di berbagai bidang, mulai dari keagamaan, pendidikan, kesehatan, hingga sosial. Segala bentuk kegiatan serta amal usahanya pun tak pandang bulu. Toleransi Muhammadiyah mungkin tidak nyaring terdengar suaranya, namun dapat dirasakan secara nyata oleh masyarakat luas. Tak merasa paling toleran, namun tak sedikit yang ikut mencicipi toleransi ala Muhammadiyah, dan juga dalam hal kebangsaan.
Muhammadiyah memang tak pernah merasa paling Pancasilais, paling NKRI, sehingga tak jarang ada saja yang menuduh Muhammadiyah pro kaum fundamentalis radikal, dan berbagai tuduhan lainnya. Muhammadiyah tetap menepis tuduhan yang tidak mendasar dan minim pengetahuan tersebut dengan aksi nyatanya.
Sebagaimana yang kita ketahui, Muhammadiyah memiliki saham besar terhadap negeri pertiwi. Tokoh-tokoh Muhammadiyah turut serta mendirikan bangsa ini dengan Pancasila-nya di zaman dulu. Di samping itu, Muhammadiyah dengan ribuan aset dan melalui amal usahanya turut serta mewujudkan cita-cita konstitusi, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, serta keadilan sosial yang tentunya sesuai kapasitas dan posisinya.
Sehingga, Keindonesiaan Muhammadiyah tidaklah perlu di pertanyakan lagi. Islam Wasathiyah yang di miliki Muhammadiyah banyak tidak diketahui oleh masyarakat, terutama warganet. Sehingga tak heran, banyak dari mereka yang sering menuduh Muhammadiyah dari kacamata dan persepsi pribadinya serta sering kali tanpa data sekaligus fakta yang ada.
Oleh karena itu, ini semua haruslah menjadi pelajaran bagi kita semua agar lebih banyak membaca dan memahami serta tidak menafsirkan sendiri berdasarkan persepsi pribadi. Maka, diperlukan tabayyun agar apa yang kita dengar, lihat, dan baca tidak salah paham dan didasari rasa benci atau perbedaan pilihan politik serta yang lainnya.
Muhammadiyah sendiri tidak akan menjadi rendah ketika direndahkan. Muhammadiyah direndahkan mungkin karena mereka tahu bahwa Muhammadiyah sedang diatas dan terbilang kaya. Sehingga, Muhammadiyah menjadi kekuatan yang diperhitungkan. Namun, sesungguhnya Muhammadiyah serta tokoh-tokohnya hadir semata hanya ingin menolong (ta’awun) untuk negeri, bukan demi kekuasaan sesaat yang hadir tanpa maslahat bagi umat.
Penyunting: Nirwansyah