• Login
JIB Post - Mencerahkan Semesta
  • Kolom
  • Komentar
  • Profil
  • Obituari
  • Memori
  • Info
  • JIB Talks
No Result
View All Result
Advertisement
  • Kolom
  • Komentar
  • Profil
  • Obituari
  • Memori
  • Info
  • JIB Talks
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Komentar
Impian Republik Indonesia Merdeka

Gambar: Shopee

Impian Republik Indonesia Merdeka

Redaksi JIBPost by Redaksi JIBPost
1 Oktober 2020
in Komentar
0 0

Rifqi Hasibuan

Tokoh JIB

Tan Malaka, memiliki nama adat Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka. Ia merupakan sosok pemikir sekaligus pemimpin pergerakan nasional yang lahir di Nagari Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat pada tanggal 19 Februari 1896.

Mungkin, sebagian besar generasi baru lebih tertarik membicarakan sosok Agnes Monica, Robert Pattinson, atau jajaran selebritas lain, dan tidak tahu sama sekali tentang sosok Tan Malaka. Namun, bisa dipastikan bahwa tak satu pun orang besar di Republik ini yang tidak mengenal dan tidak mengakui kebesaran sosokTan Malaka.

Sebagai seorang intelektual, Tan Malaka secara lugas telah menyampaikan pandangannya tentang Republik Indonesia jauh hari sebelum republik ini lahir. Bahkan, ketika para tokoh lain masih belum begitu tegas menyuarakan konsep republik. Sebagai praktisi, Tan Malaka juga memiliki penguasaan yang menonjol dalam keahlian berbicara, jurnalistik, dan memimpin massa. Dan sebagai seorang pejuang, telah terbukti mengabdikan seluruh usianya. Yakni, sebagai pendidik rakyat awam sekaligus penggerak barisan radikal pejuang yang menginginkan Republik Indonesia berdaulat penuh, dengan kemerdekaan 100%, dan menolak jalan kompromi dengan pihak kolonial.

Aktivitas radikal itu yang membawanya pada jejak akhir perjuangan. Ironisnya, bukan karena dijatuhkan peluru kolonial. Melainkan peluru tentara nasional atas perintah Komandan Divisi Brawijaya, karena dianggap membangkang terhadap perjanjian Linggarjati dan Renville. Pembangkangan itu sendiri dilakukan lantaran kedua perjanjian itu dipandang hanya menguntungkan pihak kolonial dan sangat merugikan kedaulatan Republik Indonesia.

Terlepas dari kontroversi itu, sumbangsih Tan Malaka dalam perjuangan revolusi kemerdekaan tetap menempati posisi terhormat. Hal ini ditandai dengan pengangkatannya sebagai “Pahlawan Revolusi Nasional” pada tahun 1963 melalui ketetapan parlemen. Namun, semenjak diberlakukannya larangan terhadap ideologi marxis, leninis, dan komunis oleh rezim orde baru, nama besar bapak bangsa ini tidak pernah lagi muncul di permukaan dan seolah dibiarkan lenyap begitu saja.

Menuju Republik Indonesia

Naar de ‘Republiek Indonesia’ adalah judul asli tulisan Tan Malaka yang ditulisnya pada tahun 1925 saat berada di Tiongkok. Buku terjemahan bebas bahasa Indonesia ini berjudul “Menuju Republik Indonesia”, diedit dan dicetak di Tiongkok. Sayang, tim percetakannya kurang menguasai huruf latin serta sangat terbatas dalam memahami bahasa Belanda.

Resensi buku ini disusun dari tulisan terjemahan bebas bahasa Indonesia atas edisi cetakan berbahasa Belanda tersebut. Buku Menuju Republik Indonesia, merupakan salah satu karya penting Tan Malaka selain buku “Dari Penjara ke Penjara,” Madilog,” dan “Gerpolek.”

Secara umum, buku “Menuju Republik Indonesia” merupakan penegasan pandangannya tentang cita-cita Negara Indonesia yang berdaulat penuh tanpa intevensi kaum imperialis. Dan juga gambaran demokratik tentang negara baru yang lebih menjamin keadilan, kesejahteraan kebudayaan yang beradab bagi rakyat, disertai rumusan tentang langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mencapai kemerdekaan.

Kerangka analisis yang digunakan dalam buku ini sangat kental dengan nuansa Materialisme Historis, yaitu sebuah pendekatan teoritik yang sangat dominan pada masa penulisan buku ini. Dalam sistematika penulisannya, buku ini dimulai dengan paparan singkat situasi internasional, khususnya konstelasi dunia pasca perang dunia pertama. Kemudian dilanjutkan dengan gambaran umum situasi Indonesia, berikut dampak situasi internasional dalam negeri.

Dari dua lingkup situasi tersebut, kemudian dihidangkan serangkaian orientasi dan program perjuangan yang bermuara pada kebutuhan untuk merebut kemerdekaan penuh. Hal tersebut disertai dengan rumusan langkah, strategi dan taktik perjuangan, pilihan tempat dan waktu untuk menjalankan program, serta kebutuhan dasar organisasi yang harus dipenuhi.

Situasi Internasional Pasca PD 1

Pada bagian berikutnya, buku ini menekankan pentingnya Majelis Permusyawaratan Nasional yang independen. Ditutup dengan seruan untuk menjalankan program revolusioner, serta gambaran demokratik tentang negara dan masyarakat baru paska kemerdekaan.

Dalam memaparkan situasi internasional pasca Perang Dunia pertama, buku ini menggambarkan terjadinya pembelahan dunia menjadi dua kelompok besar, yakni negara yang menang perang dan kalah perang. Jerman sebagai negara yang kalah perang telah mengalami kebangkrutan ekonomi politik mendalam dengan hilangnya negeri-negeri jajahan. Pada saat yang sama, AS mengalami lonjakan pengaruh sangat signifikan, di mana Jerman sendiri menjadi tergantung lantaran kapal-kapal niaganya yang habis karena hancur atau dirampas selama periode perang.

Berakhirnya perang dunia tersebut, menandai pergerakan fase baru, yaitu fase damai di mana perekonomian dunia akan berangsur-angsur mengalami pemulihan yang tenang. Namun, situasi perang tetap mengintai, karena keterpurukan Jerman yang jatuh menjadi negara setengah jajahan akan mencari kesempatan untuk bisa menyerang balik dan membebaskan diri dari ketergantungan khususnya terhadap AS. Singkat kata, persaingan antara negara-negara kapitalis akan berpotensi untuk memunculkan perang pada waktunya.

Di dalam negeri, tiang ekonomi dalam bangunan imperialisme Belanda tak lepas dari terpaan krisis yang menggulung dunia akibat perang. Politik imperialis yang bertengger dalam kurun 300 tahun telah menyebabkan kehancuran total bagi para pengusaha pribumi. Ditambah lagi dengan terpaan krisis global, maka keadaan Indonesia menjadi sangat anarkis. Resep ekonomi yang paling canggih sekali pun, takkan mampu menyembuhkan derita krisis di Indonesia, karena berbagai resep itu hanya akan berjalan dengan adanya dukungan sumber daya manusia yang memadai. Padahal, penduduk Indonesia saat itu hanya memiliki tingkat melek huruf antara 5-6% populasi.

***

Kondisi ini membuat jurang antara penguasa imperialis dengan rakyat Indonesia semakin melebar dan membuka ruang yang luas untuk timbulnya beragam letupan konflik, terutama antara kelompok rakyat tertindas dengan penguasa imperialis. Buntunya penyelesaian krisis sosial-ekonomi-politik tersebut, membuat penguasa kehilangan akal dan terpaksa menggunakan kekuatan senjata sebagai penyelesaian berbagai masalah. Dua kondisi itulah, yang menjadi titik tolak Tan Malaka dalam menjabarkan rangkaian orientasi serta program panduan perjuangan rakyat Indonesia.

Mengerasnya gesekan kepentingan penguasa dan rakyat, telah menyediakan situasi yang tepat untuk mengurai selaput ketakutan dan kepasrahan rakyat yang sekian lama diserahkan bulat-bulat kepada pemerintah imperialis Belanda. Meskipun begitu, gesekan tersebut hanya akan berujung pada pemberontakan-pmberontakan kecil yang sporadis jika tidak diwadahi oleh organisasi. Organisasi yang dimaksud, khususnya partai politik yang bisa mempersatukan sekat-sekat sosial, dan merangkumnya dalam satu tuntutan, yaitu kemerdekaan.

Rumusan Program tentang Kemerdekaan

Lebih dari itu, organisasi revolusioner dibutuhkan untuk menerjemahkan slogan kemerdekaan ke dalam narasi yang jelas dan lugas, sehingga bisa dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat. Dalam kasus ini, Tan Malaka menyebutkan bahwa PKI saat itu adalah satu-satunya partai politik yang memiliki garis politik serta rumusan dan narasi yang jelas tentang kemerdekaan. Rumusan program dalam buku ini secara menyeluruh menjabarkan narasi kemerdekaan pada wilayah ekonomi, politik, sosial, pendidikan, militer, dan kepolisian.

Bidang ekonomi, terdapat 10 poin program yang berpusat pada kebutuhan untuk melakukan nasionalisasi aset strategis untuk kepentingan rakyat. Ada pula efisiensi dan pengembangan industri, fasilitasi kebutuhan ekonomis rakyat (koperasi, bantuan, dan sebagainya), transmigrasi, pembaruan agraria, dan pengikisan feodalisme.

Bidang politik, dijelaskan kebutuhan deklarasi kemerdekaan, pembentukan republik federasi berbasis pulau, membentuk rapat perwakilan nasional, dan pemberian hak politik penuh kepada rakyat. Program sosial menjelaskan tuntutan pemenuhan hak ekonomi dan hak politik buruh (jam kerja, hak mogok, pembagian keuntungan, majelis buruh, dan sebagainya), pemisahan agama dari negara, jaminan sosial-ekonomi untuk seluruh warga, serta nasionalisasi tanah-tanah besar.

Bidang pendidikan, dijelaskan anak Indonesia harus dijamin mendapat pembelajaran hingga usia 17 tahun, kebutuhan menyusun pembelajaran yang tidak bias kolonial, serta memperbanyak sekolah-sekolah kejuruan.

Kemiliteran, program berkonsentrasi pada kebutuhan mengganti tentara imperialis menjadi tentara rakyat, yang menyatu dengan kehidupan dan kebutuhan rakyat, serta pemberian hak organisasi bagi militer.

Bidang kepolisian, disebutkan harus adanya pemisahan tegas antara pangreh praja, polisi dan justisi. Di sisi lain, penegakan hukum juga harus memberikan hak terdakwa untuk membela diri atas tuntutan hukum.

Hal yang perlu dicatat dalam rumusan program tersebut, bahwa salah satu misi besar rumusan itu bertujuan mengorganisir dan mempersatukan rakyat Indonesia dalam sebuah perjuangan besar melawan imperialis untuk memerdekakan Indonesia. Meskipun begitu, perspektif nasional ini tidak diletakkan dalam kerangka nasionalisme yang sempit. Di mana perjuangan melawan imperialisme diletakkan secara sejajar dengan perjuangan melawan imperialisme yang terjadi di seluruh dunia.

Pentingnya Instrumen Menuju Republik Indonesia

Perspektif Materialisme Historis yang sangat kental mewarnai buku ini, tidak diuraikan mentah-mentah oleh Tan Malaka. Dalam pengelompokan kelas misalnya, Tan Malaka menyebutkan bahwa pengusaha pribumi harus diberi dukungan untuk berkembang dan pada saat yang sama harus memacu perusahaan negara dengan berbagai fasilitas dan jaminan kesejahteraan bagi buruhnya.

Hal ini ditentukan berdasarkan kondisi nasional, yang tidak memiliki pengusaha besar, lantaran semua aset telah ditimbun dan dikuasai total oleh pemerintah Belanda. Pada titik tertentu, penyeimbangan kelas antara proletar dan borjuis, ini akan mendorong peleburan perusahaan kecil kepada perusahaan negara.

Tidak kalah penting, dari rumusan program, Tan Malaka dalam buku ini menjelaskan tentang pentingnya penyusunan instrumen taktik dan strategi yang bisa mengangkut muatan program tersebut sampai ke tujuannya. Hal pertama yang cukup penting yaitu, penekanan nilai inlsiatif dan ofensif. Kedua nilai itu sangat penting dalam menentukan posisi politik pergerakan, yaitu membuat lawan (imperialis) bersikap reaktif atau menjadi pihak yang merespon dan lambat laun menjadi tergantung pada tindakan para pejuang revolusi kemerdekaan.

Namun, tindakan inisiatif dan ofensif harus disertai pengetahuan, semangat dan disiplin yang tinggi. Tan Malaka menekankan bahwa sifat organisasi revolusioner memiliki kemiripan dengan organisasi militer, di mana tindakan yang diambil harus tegas, disiplin, dan terpimpin. Akan tetapi, ada perbedaan penting, di mana kader revolusioner berperan penting dalam merumuskan langkah sebelum tahap eksekusi, sehingga semua tindakan dilakukan dengan sadar, sedangkan organisasi militer murni dijalankan berbasis komando.

Geopolitik Indonesia

Tan Malaka juga menggambarkan peta geopolitik Indonesia, yang sekaligus menjadi titik awal pelaksanaan program berbasis penataan daerah pada masa pemerintahan Balanda. Dalam hal ini, pusat-pusat ekonomi, politik, dan militer yang telah terbangun dijadikan sebagai basis gerak perjuangan serta penataan Indonesia merdeka.

Basis-basis industri yang terbangun sepanjang lembah Bengawan Solo (Yogya, Solo, Surabaya) harus menjadi sasaran utama perjuangan. Disusul oleh penguasaan pusat ekonomi lainnya di daerah Sumatera dan Kalimantan dan diakhiri dengan perebutan pusat kekuasan politik-militer di Batavia dan Priangan. Meskipun begitu, daerah-daerah selain pusat industri tetap penting untuk mengalihkan perhatian seperti di daerah Priangan, Aceh, dan Ternate.

Selain jalur ofensif, Tan Malaka juga mencetuskan kebutuhan membangun Majelis Permusyawaratan Nasional Indonesia sebagai jalur perjuangan diplomasi. Majelis ini merupakan representsasi kekuatan rakyat Indonesia yang mempertegas tuntutan program dan kebutuhan rakyat Indonesia, khususnya terkait kebobrokan mendalam di bawah tiang bangunan imperialis. Dengan latar belakang tersebut, harus ditegaskan bahwa majelis harus sepenuhnya independen dari campur tangan pemerintah Belanda.

Bagian akhir buku ini menyertakan refleksi atas beratnya lajur perjuangan yang harus ditempuh. Munculnya barisan “anjing liar” yang berusaha mengacaukan kekuatan pejuang revolusioner bertebaran di mana-mana.

Adanya kelompok rakyat miskin yang diorganisir untuk mengacaukan barisan pejuang, maraknya pembunuh untuk menghabisi para pemimpin organisasi, sebagaimana disampaikan dalam ucapan ini: “Berat adanya pendidikan di antara masa yang berabad-abad hanya mengalami hinaan…di bawah kekuasaan yang tak segan memperkosa undang-undang yang dibikin sendiri…melakukan perjuangan dengan pasukan tak bersenjata…melawan pasukan yang mempergunakan emas, orang-orang sewaan dan semua alat lain.”

Untuk itu, Tan Malaka menyerukan kepada kaum intelektual agar turut serta menjadi bagian aktif dalam upaya penyadaran dan perjuangan rakyat tersebut, mengingat kapasitas sosial mereka sangat penting dalam mendukung inisiasi program. Di sisi lain, para intelektual juga akan menjadi orang merdeka yang berjalan berdasarkan kapasitaas keilmuannya dan tidak semata-mata menjadi budak kepentingan imperialis.

***

Pada bagian terakhir, Tan Malaka menjelaskan bahwa program perjuangan revolusioner itu yang paling efektif untuk mencapai tujuan kemerdekaan. Bahwa rakyat akan dimatangkan selama proses merebut kemerdekaan. Ketika kemerdekaan telah tercapai, maka Republik Indonesia baru yang terbentuk akan melebihi kedaulatan negara-negara lain yang berdiri tanpa mengakomodir berbagai program revolusioner yang memberi kedaulatan penuh bagi rakyatnya.

Secara jelas, disebutkan bahwa dalam Republik Indonesia merdeka, akan usailah abad-abad kelaparan, penderitaan, perbudakan, dan kepariaan; ketidakpastian hak dan kedilan; abad-abad ketakutan oleh polisi dan penjara; serta pemerasan suatu bangsa oleh bangsa lain. Buku ini ditutup dengan slogan “Kemerdekaan, Kebudayaan, dan Kebahagiaan bagi Semua Rakyat di Dunia.”

Gambaran tentang Republik Indonesia

Dari ringkasan buku di atas, terlihat jelas bagaimana Tan Malaka telah menunjukkan jarak pandang yang sangat jauh tentang Republik Indonesia. Baik itu dalam memaparkan politik internasional maupun dalam negeri, berikut pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia maupun sumber daya sosialnya di dalamnya.

Dalam rumusan programnya, terlihat bahwa buku ini telah memaparkan berbagai persoalan Indonesia, yang bahkan sampai saat ini masih mejadi isu pokok yang belum terselesaikan. Isu-isu tentang pengelolaan aset strategis, pengembangan industri nasional, serta bantuan usaha kecil, penyeimbangan populasi antar pulau, kesetaraan hak politik lelaki-perempuan, kesejahteraan pekerja. Dan juga kebebasan beragama, pemenuhan hak dasar (pangan, sandang, papan), pendidikan gratis, perbaikan kualitas pendidikan, penegakan hukum, pembenahan militer serta kepolisian. Semua sudah terangkum dalam rumusan program di buku ini.

Dengan kata lain, apa yang sudah dirumuskan, dicita-citakan dan dirintis Tan Malaka beserta para pejuang revolusi kemerdekaan semenjak lebih dari 85 tahun lalu, ternyata banyak dilupakan dalam proses perjalanan republik kita. Serta masih saja menjadi persoalan serius pada tahuntahun belakangan.

Secara umum, buku ini bisa memberi gambaran tentang alam pikir gerakan kemerdekaan Indonesia periode awal abad XX, disertai gambaran singkat tentang konteks sosial, budaya berikut situasi global yang melingkupi. Sangat penting bagi seseorang yang mengaku republiken atau peduli terhadap republik ini, untuk kembali menyimak dan meresapi ide dan cita-cita besar yang tertera di dalam halaman demi halaman buku ini. Sayang memang, susunan kalimat dari hasil cetakan dan terjemahan yang kurang sempurna bisa membuat pembaca kurang nyaman dan harus membaca berulang kali untuk memahami konteks dan intisari di dalamnya.

***

Selain itu, konteks perjuangan yang berhimpit dengan garis politik komunisme juga bisa mendatangkan fobia tersendiri bagi pembaca yang berpuluh tahun menjalani penjajahan ideologi pasca kolonial semasa Orde Baru. Dalam hal ini, peresensi berpendapat bahwa kedekatan penulis dengan diskursus kiri tersebut merupakan konskuensi dari situasi politik dunia dengan tren antagonisme kolonialis yang menjadi sangat relevan dengan dasar Hegemonik Marxisme.

Di sisi lain, tidak bisa dipungkiri bahwa pendekatan marxisme pada waktu itu merupakan perspektif yang paling efektif dan akurat dalam menjelaskan fenomena penjajahan dan kebutuhan perjuangan revolusioner untuk merebut kemerdekaan. Lepas dari berbagai kekurangan tersebut, buku ini tetap sangat penting untuk dibaca, dan untuk memperlengkap penguasaan konteks dan intisari buku ini. Sebaiknya pembaca mengetahui sedikit banyak tentang biografi atau lajur perjuangan sang penulis. Akhir kata, peresensi mengucapkan “Selamat Menyelami Republik Indonesia.”

Sumber: Jurnal Referensi

Penyunting: Nirwansyah

Post Views: 114
Tags: indonesiaKemerdekaanPKITan Malaka
Share9Tweet6SendShare
Redaksi JIBPost

Redaksi JIBPost

Media jaringan berkemajuan dalam keberbagaian. Tidak kaku dan tidak beku. Cair mengalirkan kebajikan dan kemanusiaan. Progresif dan berkemajuan.

Related Posts

Al-Qisht

Al-Qisht dan Alkostar

2 Maret 2021
Membumikan Digitalisasi IPM

Membumikan Digitalisasi IPM

27 Februari 2021

Akademisi Parasit

Islam di Sumatra Barat yang Sedang Sial

Next Post
Mbah Modin: Supeno Bukan Komunis

Mbah Modin: Supeno Bukan Komunis

Comments 1

  1. Ping-balik: Kebebasan Beragama di Indonesia - JIB Post - Mencerahkan Semesta

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Buya Syafii: Mendewakan Seseorang Berdasarkan Keturunan adalah Perbudakan Spiritual

Buya Syafii: Mendewakan Seseorang Berdasarkan Keturunan adalah Perbudakan Spiritual

22 November 2020
Scopusisme dan Angka Kredit

Scopusisme dan Angka Kredit

16 November 2020
Muhammadiyah Gertak Pemerintah?

Muhammadiyah Gertak Pemerintah?

4 Januari 2021
Ahmad Syafii Maarif atau biasa dipanggil Buya Syafii mengatakan bahwa tidak ada sistem politik yang sempurna, bahkan demokrasi sekalipun.

Buya Syafii: Dunia Sedang Lintang Pukang

15 November 2020
PROKLAMASI MUHAMMADIYAH

PROKLAMASI MUHAMMADIYAH

4
Mbah Modin: Supeno Bukan Komunis

Mbah Modin: Supeno Bukan Komunis

3
COVID-19 dan Penundaan Pilkada Serentak 2020

Covid-19 dan Penundaan Pilkada Serentak 2020

3
Keuangan Negara Meredam Covid-19

Keuangan Negara Meredam Covid-19

3
Perpres Soal Miras Dicabut, Abdul Mu’ti: Kami Mengapresiasi Keputusan Presiden

Perpres Soal Miras Dicabut, Abdul Mu’ti: Kami Mengapresiasi Keputusan Presiden

2 Maret 2021
Guru Komunikasi dan Guru Sufi

Guru Komunikasi dan Guru Sufi

2 Maret 2021
Al-Qisht

Al-Qisht dan Alkostar

2 Maret 2021
Kembali Karena Teka-Teki Tak Bertepi

Kembali Karena Teka-Teki Tak Bertepi (Bagian 2)

2 Maret 2021

Populer Minggu ini

Perpres Soal Miras Dicabut, Abdul Mu’ti: Kami Mengapresiasi Keputusan Presiden

Perpres Soal Miras Dicabut, Abdul Mu’ti: Kami Mengapresiasi Keputusan Presiden

2 Maret 2021
Guru Komunikasi dan Guru Sufi

Guru Komunikasi dan Guru Sufi

2 Maret 2021
Al-Qisht

Al-Qisht dan Alkostar

2 Maret 2021
Kembali Karena Teka-Teki Tak Bertepi

Kembali Karena Teka-Teki Tak Bertepi (Bagian 2)

2 Maret 2021
JIB Post - Mencerahkan Semesta

© 2020 JIBPost.ID

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Kolom
  • Komentar
  • Profil
  • Obituari
  • Memori
  • Info
  • JIB Talks

© 2020 JIBPost.ID

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In