Oleh Rahmathul Dilfa
Guru SDN 19 Tanjung Medan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat
Era digital dan transformasi teknologi datang begitu cepat. Membuat dunia pendidikan harus beradaptasi dengan cepat juga. Cara-cara lama dalam proses belajar-mengajar harus mengalami modifikasi sesuai dengan perkembangan zaman yang juga cepat berubah. Dari sisi peserta didik, konektivitas internet membuat mereka terkoneksi dengan dunia global dengan cepat. Kondisi tersebut mengubah cara pandang mereka tentang banyak hal, termasuk proses memahami materi ajar, serta interaksi sosial di lingkungan pendidikan.
Dari sisi persebaran jaringan internet, digital divide memang masih terjadi di antara daerah urban dan rural, dan daerah pulau Jawa dengan luar pulau Jawa, terutama di Indonesia bagian Timur. Hal tersebut tentu membuat proses pembuatan kebijakan di dunia pendidikan juga harus mempertimbangkan konektivitas internet. Belum lagi pada aspek ketersediaan jaringan internet yang berbeda-beda pada setiap provinsi, serta kemampuan finansial peserta didik dan orang tua untuk mengakses internet.
Meskipun masih terjadi gap konektivitas antara provinsi di Indonesia, namun, secara konsisten pencapaian kinerja pemerintah untuk mengatasi gap konektivitas internet terutama di Indonesia bagan Timur menunjukkan perbaikan yang signifikan. Secara umum gap-nya tidak lagi selebar 5-10 tahun yang lalu.
Data World Bank (2021) menunjukkan digital divide memang masih terjadi di antara daerah urban dan rural. Pada tahun 2019 lalu misalnya menurut World Bank, 62 persen orang dewasa yang tinggal di daerah urban sudah terkoneksi dengan internet. Sementara hanya 36 persen orang dewasa di daerah rural yang terkoneksi internet. Pertumbuhan internet yang begitu cepat tampak dari kenaikan koneksi internet dari tahun 2011 ke 2019. Pada tahun 2011 hanya 20 persen orang dewasa yang terkoneksi internet di daerah urban, dan naik menjadi 62 persen pada 2019. Di daerah rural, dari 6 persen pada tahun 2011 naik menjadi 36 persen pada tahun 2019. (World Bank, 2019).
Digital divide tersebut juga tampak dari data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), 2022. Dibandingkan rata-rata nasional penetrasi internet sebesar 77 persen, provinsi di Indonesia bagian Timur, seperti Pulau Papua, NTT – NTB masih berada di bawah rata-rata nasional, yaitu sebesar 68 persen.
Pertumbuhan Pesat
Penetrasi internet yang sangat cepat harusnya dapat menjadi modal bagi kita untuk memajukan capaian dan pembaharuan di dunia pendidikan. Dengan akses tanpa batas di internet, peserta dan tenaga pendidik dapat menjelajah secara virtual untuk menemukan bahan-bahan ajar yang up to date serta metode ajar yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Penetrasi internet yang tinggi itu tampak dari survei yang dilakukan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada tahun 2022. Survei tersebut secara khusus dilakukan pada target populasi muda yang berusia 17-39 tahun. Dalam survei tersebut ditemukan bahwa tingkat penetrasi internet sudah berada di atas angka 90 persen pada tahun 2022 di kalangan anak muda. Angka tersebut naik dari 86,2 persen pada tahun 2018, atau 4 tahun sebelumnya.
Sementara pada level agregat (populasi nasional), tingkat penetrasi internet sudah mencapai 77 persen (Survei APJII, 2022). Angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018, penetrasi internet di Indonesia sebesar 64 persen, naik menjadi 73 persen (2022) dan ke 77 persen (2022). Dari sisi pekerjaan tingkat penetrasi internet paling banyak diakses oleh pelajar dan mahasiswa sebesar 99%, disusul pekerja 86 persen, ibu rumah tangga (84 persen), dan lainnya (APJII, 2022).
Dengan perkembangan internet yang cepat, tantangan akses internet bagi semua menjadi penting, baik dari sisi urban-rural, pulau Jawa-luar pulau Jawa, muda-tua, berpendidikan-tidak berpendidikan, atau penduduk yang kaya atau miskin. Internet harus diakses bagi semua kalangan, internet for all! Dengan begitu, akan muncul peningkatan literasi publik pada level agregat. Apalagi sejumlah hasil studi juga menunjukkan ada hubungan antara internet inclusion dengan pertumbuhan ekonomi.
Penutup
Dunia pendidikan harusnya paling bisa cepat beradaptasi dengan perubahan teknologi informasi. Sebagai contoh, dalam masa pandemi bermunculan banyak inisiatif pendidikan untuk memudahkan peserta didik dalam mendapatkan akses pengetahuan secara mudah dan cepat. Inisiatif muncul tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga dari swasta seperti munculnya platform atau start-up bidang pendidikan. Dari sisi perusahaan teknologi juga membuat inisiatif serupa seperti Google Book yang diluncurkan oleh Google, raksasa teknologi.
Dari sisi masyarakat, kepuasan terhadap kinerja pemerintah dalam menyediakan pendidikan gratis dan kualitas pelayanan pendidikan menunjukkan angka yang tinggi dalam 10 tahun terakhir. Kepuasan publik terhadap kinerja dibidang pendidikan terekam dalam banyak survei opini publik.
Pekerjaan rumah stakeholders bidang pendidikan ke depan adalah bagaimana memastikan inklusifitas akses internet bagi semua peserta didik, modifikasi bahan dan metode ajar yang beradaptasi dengan perubahan teknologi informasi, serta memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk berselancar mendapatkan informasi pengetahuan di internet. Dengan begitu, kita dapat meningkat daya saing peserta didik pada level regional dan global.*