Muhammad Ridha Basri
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
Bertrand Russell dalam Why I Am Not a Christian pernah menyatakan bahwa agama itu berbahaya, sumber kejahatan dan konflik. Buku Islam Agama untuk Manusia memberi pandangan lain. Hal utama yang dirisak buku ini adalah apakah Islam dapat membuktikan klaim dirinya sebagai rahmatan lil alamin. Nilai normatif ini misalnya disebut QS al-Anbiya’: 107 bahwa Nabi Muhammad membawa misi rahmat bagi semesta. Pribadi Nabi dan kehidupannya menyatu dengan rahmat. Ajaran atau syariat yang dibawanya merupakan risalah untuk menebar nilai kebaikan.
Realitanya, sebagian umat Islam Indonesia belum mampu membuktikan klaim rahmatan lil alamin. Situasi ini bahkan tidak akan berubah jika seandainya jumlah muslim terus bertambah secara kuantitas. Dosen UIN Sunan Kalijaga, Hamim Ilyas pernah mengadakan survei kepada mahasiswanya selama beberapa waktu. Pertanyaannya, “Bagaimana situasi Indonesia hari ini jika seandainya seluruh penduduk Indonesia beragama Islam?” Banyak mahasiswa menjawab bahwa akan terjadi konflik internal.
Ahmad Fuad Fanani berusaha menunjukkan bahwa sebab carut-marutnya situasi umat Islam salah satunya karena menempatkan Islam sebagai agama langit, yang mengawang-awang dan tidak menyentuh bumi untuk memberi solusi bagi kehidupan. Seolah Islam hanya berisikan seperangkat aturan ketat, seolah Tuhan selalu memegang palu untuk menggodam manusia. Kondisinya semakin parah ketika ada otoritas keagamaan tertentu kerap merasa mewakili atau membajak otoritas Tuhan. Agama pun menyempit dan menjelma bak tata aturan rumit.
Memaksakan hegemoni kebenaran tunggal sudah tidak relevan dengan situasi hari ini ketika dunia seolah tanpa batas, buah pikiran manusia berkembang, dan sistem dunia berubah. Oleh karena itu, diperlukan rekonstruksi ilmu-ilmu agama guna mengembalikan spirit agama untuk manusia. Guna mengembalikan fungsi agama yang membawa misi kemanusiaan, menurut Fuad Fanani, umat Islam harus melakukan pembacaan ulang terhadap teks agama dengan berbagai disiplin ilmu dan membongkar dogma yang sudah usang. Hal ini mutlak dilakukan untuk membebaskan agama dari jebakan kejumudan dan sakralisasi pemikiran keagamaan.
Keberagamaan seseorang harus memberi makna dalam kehidupan dirinya dan orang lain, semisal memiliki kepedulian dan keberpihakan pada kaum papa dan sengsara. Urusan yang berkaitan dengan hak sesama sangat diutamakan dalam Islam. Sejak awal mula, Islam menekankan pembebasan manusia dari ketidakadilan, keterbelakangan, kebodohan, hingga cengkeraman kapitalisme. Islam memperkenalkan tauhid yang berisi pengakuan kesetaraan manusia di hadapan Tuhan, dan karena itu, tidak boleh ada manusia yang saling mengeksploitasi sesama dan apalagi merusak tatanan alam semesta.
Buku ini menggugat agamawan yang tidak menaruh perhatian pada tanggung jawab sosial, mendiamkan atau bahkan memanfaatkan kesadaran naif umatnya, atau berlindung di balik jubah kekuasaan. Persoalan kenestapaan manusia memang bermuara pada banyak faktor, mulai dari struktur sosial ekonomi yang tak peka hingga penafsiran agama yang meninabobokan. Dalam konteks ini, membela agama adalah dengan melakukan pemihakan pada mustdl’afin, karena seperti kata Bung Karno: Tuhan bersemayam di gubuknya si miskin.
Judul : Islam Agama untuk Manusia
Penulis : Ahmad Fuad Fanani
Penerbit : Mizan
Cetakan : 1, Maret 2020
Tebal & ukuran : 206 hlm., & 15,5 x 23,5 cm.
ISBN : 978-602-441-068-1
Penyunting: Nirwansyah
Comments 2